Ini adalah salah satu gambar
aksi demonstran yang menolak Revisi UU KPK
beberapa waktu lalu yang diambil/difoto
oleh Media Massa.
Beberapa bulan terakhir ini, DPR RI
tengah gencar mengajukan Revisi Undang – undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi, walau akhirnya
Presiden Jokowi dan Pimpinan DPR RI sepakat Revisi UU KPK ditunda. sebelum
membahas alasan penolakan Revisi UU. KPK penulis jelaskan dahulu Pengertian
KORUPSI,
Pengertian Korupsi.
Berdasarkan ketentuan Undang –
undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Undang-undang Nomor
20 tahun 2001 tentang perubahan
Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana
korupsi, pengertian Korupsi mencakup
perbuatan:
- Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan
lain yang merugikan keuangan / perekonomian Negara (Pasal 2).
- Menyalahgunakan kewenangan karena Jabatan /
kedudukan yang dapat merugikan keuangan / perekonomian Negara (Pasal 3).
- Kelompok delik penyuapan (Pasal 5, Pasal 6
dan Pasal 11).
- Kelompok delik penggelapan dalam Jabatan
(Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10).
- Delik yang berkaitan dengan Pemborongan
(Pasal 7).
-
Delik
gratifikasi atau pemberian (Pasal 12B dan 12C). pengertian gratifikasi dalam
arti luas : pemberian uang, barang, Rabat atau discount,Komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
Cuma - cuma dan fasilitas lainnya,gratifikasi tersebut baik yang diterima di
dalam Negeri maupun di luar Negeri, baik yang dilakukan menggunakan sarana
elektronik dan tanpa elektronik.
Tentang
Kinerja KPK.
Sebagaimana diketahui umum, kinerja
KPK yang paling diapresiasi positif oleh masyarakat Indonesia adalah berita
penangkapan pelaku koruptor dari kalangan pejabat Eksekutif (pemerintah),
Pejabat Legislatif (dewan perwakilan rakyat), Pejabat Yudikatif (lembaga
Peradilan). Dari cara penangkapannya, masyarakat indonesia sangat mengapresiasi
penangkapan Operasi Tangkap Tangan (OTT), pejabat negara atau non pejabat
Negara yang terjaring OTT pada
umumnya terkait Gratifikasi. Fakta
membuktikan hampir semua koruptor yang
terjaring oleh KPK baik melalui OTT dan
penyidikan setelah melalui proses pengadilan dinyatakan terbukti bersalah oleh
pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor).
Tentang Revisi UU KPK.
Sepengetahuan penulis, Pada medio
bulan April hingga Mei 2015 pada saat dimulainya perekrutan calon pimpinan KPK
untuk periode berikut dan bersamaan ada beberapa
orang pimpinan KPK waktu itu terjerat kasus hukum masa lalu sedang diproses lembaga
kepolisian, Revisi UU KPK mulai
terdengar . Entah apa motif pencetusnya, padahal pada saat itu KPK sedang gencarnya
melakukan OTT ataupun menyidik pejabat Negara yang terjerat kasus korupsi. Revisi
UU KPK sempat hendak
di bahas DPR RI di medio bulan September namun ditunda lagi sampai pasca Pelantikan
Pimpinan KPK terbaru. Setelah itu wacana Revisi UU KPK terus bergolak, ada yang
pro dan ada yang kontra. Di dalam lembaga DPR RI sampai pemberitaan di media
massa tertanggal 23 Februari 2016 diketahui:
Parpol pendukung Revisi UU KPK
yakni:
- Partai
Amanat Nasional (PAN)
- Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB)
- Partai
Persatuan Pembangunan (PPP)
Parpol yang menolak Revisi UU KPK
yakni:
- . Partai
Keadilan Sejahtera (PKS)
POIN Revisi UU. KPK yakni :
- Tentang
Pengunduran Diri Pimpinan KPK (terkait ketentuan Pasal 32 Ayat (1) huruf E).
- Tentang Dewan Pengawas KPK
- Tentang
ketentuan surat Pemberhentian Penyidikan atau Penuntutan disingkat SP3 (sebagaimana
ketentuan Pasal 40)
- Tentang
Penyelidik dan Penyidik Independen (terkait ketentuan Pasal 43, Pasal 45).
- Tentang
Penyitaan (terkait ketentuan Pasal 12
Huruf i).
Tidak sedikit para pengamat politik
dan pengamat hukum yang berasumsi Revisi UU yang hendak disegerakan oleh DPR RI
akan memperlemah fungsi dan tugas KPK, dan tidak sedikit pula yang berasumsi
Revisi UU KPK justru akan memperkuat KPK. Banyaknya pihak yang menolak Revisi
UU KPK dan memandang Perlunya kajian yang mendalam mengenai materi Pasal – Pasal tertentu UU nomor 30 tahun 2002 yang akan di
Revisi membuat Presiden Jokowi dan pimpinan DPR RI bersepakat pembahasan Revisi
UU KPK ditunda. Rancangan Revisi secara jelas dan lengkap yang inilah yang
belum banyak diketahui publik.
Hal yang perlu diperhatikan dalam Revisi UU KPK.
Sebagaimana diketahui, tugas dan
fungsi aparatur penyidik KPK dalam hal penyidikan sama dengan yang ditentukan
dalam UU. Nomor 8 tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dalam hal penyelidikan, penangkapan, penggeledahan
serta penyitaan dokumen untuk alat Bukti
HARUS dilakukan dengan cepat dan tepat. Karena
itu Revisi UU KPK hendaknya memperhatikan beberapa hal diantaranya sebagai
berikut
Tentang penerbitan surat perizinan
penyitaan:
- Prosedur
Perizinan proses Penggeledahan, penyitaan, pengumpulan barang bukti tidak
diperpanjang, sebaiknya dipermudah seperti halnya prosedur perizinan proses tindak pidana biasa. Ini bertujuan
meminimalisir jumlah pejabat yang
berwenang menandatangani surat – surat resmi dan mempercepat waktu terbitnya
surat perizinan, sehingga surat dapat segera digunakan untuk pelaksanaan tugas
aparat KPK.
- Bentuk
pemberitahuan adanya Penggeledahan dan penyitaan kepada pejabat yang berwenang dapat
dilakukan dengan media elektronik, secara formal surat dapat disusulkan. Ini
bertujuan mempersempit waktu agar tidak terjadi Pembocoran informasi oleh pihak
tertentu terkait segala sesuatu yang akan dilakukan aparat KPK.
- Perlu
diterbitkan ketentuan khusus bagi pejabat pimpinan lembaga Tinggi Negara,
pimpinan departemen, pejabat kementrian, kepala daerah, kepala dinas agar
mempermudah pemberian dan/atau penerbitan izin, baik izin pemeriksaan terhadap aparat
bawahannya yang diproses hukum oleh penyidik KPK, izin penyitaan bukti – bukti,
serta izin penggeledahan suatu tempat untuk mencari alat bukti.
- Adanya
surat izin sangat diperlukan untuk petugas KPK menjawab pertanyaan tersangka
atau saksi atau pihak lain mengenai legalitas penggeledahan dan penyitaan.
Tentang kewenangan menerbitkan SP3 oleh
KPK:
- KPK menerbitkan SP3 sebaiknya ditiadakan, karena tugas utama KPK adalah mengusut
dan membuktikan tindak pidana korupsi, Adanya kewenangan SP3 berarti adanya hak
dan kesempatan dari tersangka koruptor mengajukan Praperadilan untuk berupaya membatalkan
penetapan status tersangka koruptor sebelum sampai diproses persidangan, jika
KPK sampai kalah (karena praperadilan dikabulkan), maka wibawa KPK akan turun,
begitupun keyakinan dan kepercayaan masyarakat atas kinerja KPK menangkap
koruptor.
- . Secara
hukum acara, dalam proses penyidikan, penangkapan, penahanan, aparatur KPK
tunduk pada UU nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, adanya Praperadilan yang dapat
berujung penerbitan SP3, juga akan memperlemah wibawa KPK, adanya praperadilan
akan membuat KPK selalu diuji kemampuan kerja para penyidiknya, mengharuskan
KPK menambah bidang kerja KPK yang khusus menangani Praperadilan, yang artinya
menambah panjang proses hukum dari tersangka koruptor menuju status terdakwa di
persidangan tipikor.
- . Adanya
kewenangan penerbitan surat SP3 oleh KPK menunjukkan proses hukum tersangka
koruptor di tingkat penyidikan dan penuntutan sama saja dengan tindak pidana biasa
di pengadilan umum, ini berarti potensi akan banyaknya pengaju praperadilan di
pengadilan tipikor bisa terjadi.
- Fakta
membuktikan, adanya praperadilan dipengadilan tipikor telah memunculkan alasan
baru praperadilan oleh tersangka koruptor yakni: sah atau tidak sahnya penetapan status tersangka, padahal
tidak ada dasar hukumnya di KUHAP.
Tentang pengunduran diri pimpinan
KPK :
- Fakta
membuktikan, dahulu ada beberapa orang pimpinan KPK menyatakan mengundurkan
diri karena disaat menjabat pimpinan KPK menjalani proses hukum akibat diduga
melakukan tindak pidana dimasa lalu yang baru dilaporkan atau dibuka pada saat
menjabat pimpinan KPK. Dalam ketentuan UU KPK, pengunduran diri karena alasan
seperti ini tidak ada diatur, pengunduran diri terjadi karena itikad baik
pribadi dan/atau desakan pihak lain, ironisnya ini terjadi berulang, kelemahan
ini, pengulangan akan menjadi kebiasaan oleh oknum untuk menjatuhkan pimpinan
KPK dengan buka kasus masa lalu.
- . Harus
diakui bahwa dalam UU KPK telah ditentukan Penyidik KPK berasal dari
Kepolisian, Jaksa KPK berasal dari Kejaksaan, yang kesemuanya dipilih dan
diangkat KPK karena keahliannya saat menjabat penyidik di kepolisian dan saat
menjabat jaksa di kejaksaan. Begitu pula latar bidang kerja dan keahlian
Pimpinan KPK, beragam sesuai kebutuhan KPK, Kalau KPK harus merekrut Pimpinan
dan penyidik serta jaksa yang benar bersih kasus hukum masa lalu tentulah
sangat sulit, seharusnya ada batasan kasus masa lalu yang bisa ditolerir atau
setidaknya menunggu tugasnya di KPK berakhir.
- . Sebagaimana
diketahui umum, proses perekrutan calon pimpinan KPK sangatlah ketat, siapa
yang telah dipilih oleh Panitia seleksi capim KPK harus di hormati sebagai
orang – orang yang terbaik, begitu pula dengan pilihan DPR RI saat uji
kelayakan di DPR, sejak awal perekrutan capim KPK, kepolisian dan kejaksaan
serta badan intelijen telah mnelusuri jejak rekam riwayat hidup dan riwayat
karir pekerjaan capim KPK, namun tetap
masih ada saja pimpinan KPK atau Penyidik KPK dapat terjerat kasus hukum masa
lalu sehingga memaksa diri harus mengundurkan diri dari pemegang jabatan di
KPK. Oleh karena itu perlu adanya aturan yang mempersulit pimpinan KPK atau
penyidik KPK mengundurkan diri agar dapat melaksanakan sumpah jabatannya.
- . Pengunduran
diri pimpinan KPK jangan didasarkan karena sedikitnya keberhasilan menangkap
koruptor, atau karena terlepasnya
tersangka akibat praperadilan, atau
karena berkurangnya kekuatan KPK akibat terbitnya Undang – undang baru yang
dinilai melemahkan KPK. Pimpinan KPK harus mampu mencari senjata dan jurus
tersendiri dari peraturan perundang –
undangan yang ada untuk menangkap koruptor. Sedikitnya tertangkap koruptor jangan
diartikan Pimpinan KPK gagal, sedikitnya tertangkap koruptor bisa berarti
kesadaran masyarakat bahwa ‘perbuatan
korupsi itu terlarang dan merugikan
masyarakat’ telah meningkat.
Tentang penyelidik dan penyidik
independen:
- . Sebagaimana
diketahui, saat ini penyelidik dan penyidik KPK masih direkrut dari kepolisian
dan kejaksaan, karena di lembaga itulah segala perkara tindak pidana di proses
hingga diajukan ke tingkat pengadilan negeri. Semua Anggota kepolisian
khususnya satuan reserse Kriminal
(satreskrim) mampu melakukan
penyelidikan hingga penyidikan, pendidikan penyidikan dari senior ke yunio atau
dari kasat hingga penyidik pembantu ini
terus berkelanjutan dengan sendirinya di kesatuan Reskrim. Karena keahlian dan
kebiasaan ini masih dipandang pihak kepolisianlah yang palingtepat untuk
penyelidikan dan penyidikan.
- .
Memperhatikan adanya penyidik KPK yang
berasal dari kepolisian atau penyidik KPK yang berasal kejaksaan sering di proses hukum oleh pihak
kepolisian sendiri atau oleh pihak kejaksaan sendiri, ‘dimasa depan’ diperlukan juga merekrut Penyelidik dan penyidik
independen, hanya saja walau tidak pernah berstatus polisi atau jaksa namun para pendidiknya tetaplah penyidik
kepolisian dan penyidik kejaksaan, sebelum menjadi penyidik utama KPK
tentuya harus menjadi asisten/pembantu penyidik KPK dahulu untuk beberapa tahun kedepan. Jika
regenerasi penyidik KPK ini berjalan baik, dimasa mendatang KPK akan semakin
kuat.
Tentang Dewan Pengawas KPK.
- 1. Sebagaimana ketentuan Pasal 3 UU KPK, KPK dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen, kemudian pada Pasal 8
UU KPK disebutkan salah satu tugas KPK adalah pengawasan, kemudian pada Pasal
20 UU KPK, KPK bertanggung jawab kepada public, laporan pertanggung jawaban
disampaikan secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, serta Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Berdasarkan ketentuan ini, jika kemudian dibentuk
Dewan Pengawas KPK, maka terjadilah fungsi
KPK sebagai Pengawas diawasi pula oleh Dewan Pengawas KPK. Jadi
pengadaan dewan pengawas KPK sebaiknya dikaji lagi agar lebih tepat fungsi dan
perannya bagi KPK.
-
Sebagaimana ketentuan Pasal 21 tentang susunan organisasi KPK, KPK memiliki
tim Penasehat sebanyak 4 (empat) orang. penulis berpendapat, dalam keanggotaan
tim penasehat KPK, dapat di isi orang yang ahli di bidang fungsi dan tugas KPK,
tim penasehat KPK dapat berperan sebagai penasehat KPK sekaligus Pengawas
Personal internal di KPK.
Demikian pendapat penulis tentang
wacana Revisi UU KPK, semoga tulisan dan pendapat yang sekelumit ini bermanfaat
bagi pembaca.
Penulis,
Fauzan Daromi, SH.