Senin, 08 September 2014

Pemungut ulung (pemulung) dan bisnis sampah (barang bekas)

Hampir setiap 2 hari sekali saya membuang sampah di pangkal gang masuk ke kampung tempat tinggalku, hampir setiap hari juga saya melintasi beberapa tempat pembuangan sampah disekitar kampungku saat mengantar dan menjemput anak ke sekolah. biasanya di pagi hari atau di sore hari bahkan malam hari tempat sampah selalu didatangi para pemungut ulung (pemulung) sampah dengan keadaan seperti pada gambar diatas. 
Di masa kini, pemulung bukan lagi jadi pekerjaan mereka yang kehidupannya atau yang keadaannya kurang mampu, sebaliknya pemulung masa kini adalah pemuluh modern, mereka membawa motor yang ada keranjang sampahnya ke tempat sampah  dan berkeliling mencari tempat sampah disetiap kampung, ada juga yang membawa gerobak dan bermodalkan sejumlah uang, mengapa demikian, jika mencari diwaktu siang hari atau di tempat pembuangan akhir sampah maka sampah sudah disortir/disaring oleh petugas sampah resmi dari dinas kebersihan kota dan mereka tidak akan mendapatkan sampah yang bernilai jual, artinya : untuk menjadi pemulung sukses juga harus menggunakan STRATEGI mencari target, targetnya adalah sampah ataupun barang bekas yang bernilai jual, yaitu : kertas, plastik gelas minuman, logam dan sebagainya yang dapat didaur ulang.
Bagaimana memperoleh keuntungan bisnisnya? Sampah atau barang bekas dikumpulkan atau beli dari pemilik asal sampah atau barang bekas, di kota palembang biasanya pemulung yang membawa gerobak sering berteriak blusukan ke kampung - kampung dengan mengucap kata BURUK'AN, artinya mereka berniat membeli barang bekas bernilai jual, harga perkilo sesuai kesepakatan, biasanya berkisar Rp.1000 perkilo, jika barang bekasnya barang elektronik maka nilainya berdasarkan kesepakatan saja. nah setelah sampah atau barang bekas terkumpul, biasanya para pemulung menjualnya lagi ke Pengumpul sampah atau barang bekas yang kelasnya lebih besar, pengumpul kelas besar ini di sebut Tauke/tokeh, para touke ini membeli dari para pemulung dengan harga Rp.2000 perkilo, jadi pasaran selisihnya berkisar Rp1000 sampai Rp.2000. kemudian pihak touke menjualnya lagi ke Pabrik pengolahan daur ulang dengan menggunakan Truk, harga jual dari tauke ke Pabrik tentu akan lebih tinggi lagi karena adanya biaya angkutan dan sebagainya.
Dari fakta ini, saya juga punya kisah nyata tentang tetangga saya sewaktu saya masih menetap di kota sekayu sumatera selatan dan seorang teman di palembang yang menjadikan pekerjaan pemulung sebagai usaha sampingan atau tambahan, mereka sanggup menabung hasil keuntungan penjualan sampah atau barang bekas untuk membuat rumah tempat tinggalnya secara bertahap, bahkan juga bisa buat membayar angsuran - angsuran lainnya.
Demikian tulisan penulis yang berdasarkan Pengetahuan dan pengalaman penulis, semoga tulisan yang sekelumit ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis,
Fauzan Daromi, SH